garissatu – Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, kembali membuat pernyataan yang mengejutkan dunia. Dalam wawancara terbarunya, Smotrich menyebut bahwa “tidak ada yang namanya rakyat Palestina.” Ia juga menambahkan bahwa “membiarkan rakyat Gaza mati kelaparan adalah tindakan yang dibenarkan dan bermoral.”

Bezalel Smotrich dalam konferensi pers di Yerusalem – sumber: i.imgur.com/QpNGVEm.jpeg
Pernyataan tersebut menuai gelombang protes dari berbagai kelompok hak asasi manusia, pejabat dunia, dan masyarakat sipil internasional. Banyak yang menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk dehumanisasi terhadap warga Palestina dan pembenaran terhadap kejahatan kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza.
Pernyataan Penuh Kontroversi
Dalam wawancara yang disiarkan oleh media lokal Israel, Smotrich mengatakan:
"Tidak ada rakyat Palestina. Mereka hanya orang-orang Arab yang tinggal di wilayah yang dulunya milik Israel. Dan jika harus memblokade Gaza hingga mereka kelaparan, maka itu tindakan yang dibenarkan secara moral."
Pernyataan ini datang di tengah meningkatnya tekanan global atas krisis kemanusiaan di Gaza, di mana lebih dari dua juta warga sipil kini hidup dalam kondisi kekurangan pangan, air bersih, dan layanan kesehatan dasar akibat blokade yang diberlakukan Israel sejak beberapa bulan terakhir.
Reaksi Dunia Internasional
Komisi HAM PBB, Amnesty International, hingga Uni Eropa mengecam keras pernyataan Smotrich. Mereka menegaskan bahwa menghalangi akses makanan dan kebutuhan dasar bagi warga sipil adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Di Indonesia, pernyataan Smotrich mendapat sorotan luas di media sosial dan media arus utama. Banyak netizen menyatakan solidaritas mereka untuk warga Palestina dan menuntut pemerintah Indonesia untuk mengutuk pernyataan tersebut secara resmi.
Israel Dinilai Mengarah pada Genosida
Sejumlah pengamat politik menyatakan bahwa pernyataan Smotrich memperkuat dugaan bahwa kebijakan Israel di Gaza bukan hanya soal keamanan nasional, melainkan strategi sistematis untuk memusnahkan keberadaan rakyat Palestina secara fisik maupun identitas nasionalnya.
Sebuah laporan yang baru-baru ini dirilis oleh kelompok pengawas HAM di wilayah tersebut menyatakan bahwa lebih dari 60% anak-anak di Gaza kini mengalami kekurangan gizi akut, dan sistem kesehatan telah benar-benar kolaps akibat blokade serta pemboman yang terus-menerus.
Internal Link Relevan
Untuk informasi lanjutan tentang ketegangan militer dan politik di kawasan Timur Tengah, baca juga artikel terbaru kami:
Kritik dari Warga Yahudi Pro-Palestina
Tidak hanya dari luar, suara kritik juga muncul dari dalam komunitas Yahudi sendiri. Kelompok Yahudi progresif seperti "Jewish Voice for Peace" dan sejumlah rabbi liberal di Amerika Serikat mengecam Smotrich dan menyebut pernyataannya sebagai "rasis dan tidak manusiawi."
Mereka menekankan bahwa nilai-nilai Yahudi sejati tidak membenarkan penderitaan manusia, apapun identitasnya. Bahkan, beberapa dari mereka menyamakan narasi Smotrich dengan narasi totaliter yang pernah terjadi di masa lalu.
Kesimpulan
Pernyataan Bezalel Smotrich tentang "tidak adanya rakyat Palestina" dan pembenaran kelaparan di Gaza menunjukkan dengan jelas arah kebijakan ekstremis yang kini mendominasi pemerintahan Israel. Dunia internasional perlu bertindak lebih tegas agar kejahatan terhadap warga sipil tidak lagi dibungkus dengan dalih politik atau agama.
garissatu akan terus mengawasi perkembangan situasi di Gaza dan Palestina, serta menyuarakan fakta dan kebenaran di tengah derasnya propaganda dan disinformasi global.