garissatu.com – Hubungan bilateral antara Inggris dan Jerman mencapai tonggak penting dengan ditandatanganinya perjanjian strategis oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Kanselir Jerman Friedrich Merz. Ini adalah perjanjian besar pertama antara kedua negara sejak akhir Perang Dunia II, menandai era baru kerja sama diplomatik, pertahanan, dan modernisasi demokrasi.
Perjanjian Strategis Pasca Perang: Apa yang Diatur?
Dalam pertemuan bilateral di Berlin pada 17 Juli 2025, Inggris dan Jerman resmi menyepakati kerja sama jangka panjang yang mencakup tiga pilar utama:
Kerja Sama Pertahanan Terpadu
Inggris dan Jerman sepakat meningkatkan interoperabilitas militer, berbagi teknologi pertahanan, serta memperkuat posisi NATO di kawasan Eropa Timur. Inisiatif ini mencerminkan respons atas meningkatnya ketegangan global, terutama di sekitar Eropa Timur dan Laut Baltik.
Penanggulangan Migrasi Ilegal
Salah satu fokus utama perjanjian adalah penguatan koordinasi lintas batas untuk menangani migrasi ilegal dan jaringan perdagangan manusia. Kedua negara akan membentuk unit khusus gabungan untuk mendeteksi dan menghentikan rute migran ilegal yang melintasi Eropa menuju Inggris.
Baca Juga: Malaysia Mundur dari Piala CAFA 2025
Starmer dan Merz: Dua Visi, Satu Arah
Kanselir Friedrich Merz, dalam konferensi pers bersama, menyampaikan penyesalannya terhadap keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Namun ia menekankan bahwa hubungan bilateral tidak berhenti di Brexit.
“Kami menyesal Inggris keluar dari Uni Eropa, tapi hari ini kita membuka lembaran baru yang lebih kuat dan strategis,” ujar Merz.
Perdana Menteri Starmer, yang baru saja memenangkan pemilu besar-besaran di Inggris, menjadikan perjanjian ini sebagai simbol kebijakan luar negerinya yang mengedepankan soft power, kolaborasi, dan pemulihan reputasi global Inggris pasca-Brexit.
Reformasi Pemilu di Inggris: Demokrasi Diperbarui
Selain kerja sama dengan Jerman, Starmer meluncurkan rencana reformasi besar-besaran terhadap sistem pemilihan umum Inggris, termasuk:
Penurunan Batas Usia Pemilih menjadi 16 Tahun
Langkah ini dirancang untuk meningkatkan partisipasi politik generasi muda dan memperbarui keterlibatan warga dalam demokrasi digital era modern.
Pendaftaran Pemilih Otomatis
Warga negara Inggris akan otomatis terdaftar dalam sistem pemilu nasional saat mencapai usia sah, mengurangi beban administratif dan potensi manipulasi data pemilih.
Pencabutan Sistem Pemilu Proporsional Khusus
Beberapa distrik akan mengadopsi sistem “representasi campuran” untuk memastikan semua suara lebih setara dan partisipatif.
Reformasi ini diperkirakan akan membawa tambahan hingga 8 juta pemilih baru, menjadikan pemilu mendatang lebih inklusif dan representatif.
Baca Juga: Diam-Diam Indonesia Kuasai Pasar Eropa
Implikasi Regional dan Global
Perjanjian UK-Jerman tidak hanya berdampak bilateral, tetapi juga memengaruhi dinamika diplomatik Eropa secara luas. Di tengah meningkatnya ancaman keamanan dari Rusia dan instabilitas migrasi akibat konflik di Afrika dan Timur Tengah, kerja sama strategis ini akan memperkuat sayap barat NATO dan mempertegas arah baru geopolitik Inggris.
Tanggapan Internasional
Beberapa negara Eropa menyambut positif perjanjian ini, melihatnya sebagai sinyal bahwa Inggris tetap menjadi pemain kunci di Eropa meski telah meninggalkan Uni Eropa. Presiden Prancis bahkan menyatakan keterbukaan untuk memperluas kerja sama trilateral yang mencakup isu pertahanan siber dan energi bersih.
Kesimpulan
Dengan ditandatanganinya perjanjian strategis UK–Jerman dan peluncuran reformasi pemilu yang menyeluruh, Inggris menunjukkan transformasi besar dalam pendekatan politik dalam dan luar negerinya. Momentum ini dapat menjadi awal kebangkitan baru Inggris sebagai kekuatan global yang kolaboratif, inovatif, dan demokratis.
Baca Juga: 150 Media Dunia Gabung Forum BRICS