CEO Nvidia: Masa Depan Coding Akan Tergantikan oleh AI, Programmer Harus Adaptif

Jensen Huang, CEO dan Pendiri Nvidia 

Garissatu.com - CEO Nvidia, Jensen Huang, kembali membuat pernyataan kontroversial mengenai masa depan dunia pemrograman. Dalam sebuah wawancara teknologi global, Huang menyampaikan bahwa pekerjaan coding dalam bentuk tradisional kemungkinan besar akan “tidak relevan” dalam beberapa dekade ke depan. Ia menekankan bahwa kemampuan kecerdasan buatan (AI) untuk menulis, menyusun, bahkan mengoptimasi kode akan menggantikan peran manusia secara bertahap.

Menurut Huang, era "manual coding" telah mencapai puncaknya. Saat ini, AI sudah bisa memahami bahasa manusia dan menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa pemrograman secara otomatis. “Anak-anak seharusnya tidak perlu belajar coding secara konvensional. Mereka perlu belajar cara bekerja dengan AI, bukan melawannya,” ujarnya.

Pernyataan ini mengundang banyak reaksi dari komunitas teknologi dan pendidikan. Banyak yang sepakat bahwa AI telah membawa efisiensi tinggi, namun masih ada yang berpendapat bahwa pemrograman adalah bagian esensial dari pemahaman teknologi secara mendalam.

Di satu sisi, teknologi seperti ChatGPT, Copilot, dan Claude AI memang telah membuktikan kemampuannya dalam menghasilkan baris kode yang kompleks hanya dari instruksi bahasa alami. Hal ini mengubah paradigma belajar coding dari syntax-oriented menjadi logic-oriented. Generasi masa depan diprediksi tidak perlu menghafal struktur kode, melainkan memahami alur pemikiran dan memanfaatkannya secara kolaboratif dengan AI.

Namun, ada juga tantangan besar di balik prediksi ini. Salah satunya adalah ketergantungan pada teknologi yang belum sepenuhnya dapat dipercaya 100%. Meskipun AI bisa membantu menyusun kode, debugging dan pemahaman arsitektur sistem masih menjadi tantangan yang belum sepenuhnya bisa diselesaikan oleh kecerdasan buatan.

CEO Nvidia Jensen Huang dalam acara teknologi global membahas dampak AI terhadap masa depan coding

Selain itu, kekhawatiran akan pengurangan lapangan kerja di bidang IT menjadi isu utama. Jika coding bisa digantikan AI, bagaimana nasib jutaan programmer di seluruh dunia? Beberapa perusahaan bahkan mulai mengurangi kebutuhan developer junior karena mereka menggunakan AI untuk mengautomasi tugas-tugas dasar.

Sementara itu, banyak ahli meyakini bahwa justru akan ada transformasi peran, bukan penghapusan. Programmer masa depan mungkin akan lebih banyak berperan sebagai AI supervisor, prompt engineer, atau system analyst yang mengintegrasikan kerja manusia dan mesin secara harmonis.

Menurut data dari World Economic Forum, 85 juta pekerjaan akan tergantikan oleh mesin dalam 5 tahun ke depan, tetapi juga akan muncul 97 juta jenis pekerjaan baru, sebagian besar terkait dengan AI, machine learning, dan analisis data. Maka dari itu, kunci untuk tetap relevan bukan hanya menguasai coding, melainkan juga kemampuan berpikir kritis, adaptasi cepat, dan kolaborasi lintas teknologi.


Institusi pendidikan juga diminta untuk menyesuaikan kurikulumnya. Di beberapa negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Finlandia, coding tidak lagi diajarkan sebagai keterampilan teknis semata, tetapi sebagai bagian dari literasi digital yang lebih luas. Mereka lebih menekankan pada pemecahan masalah, etika teknologi, dan pemanfaatan AI dalam proses pembelajaran.

Dalam kesempatan yang sama, Jensen Huang juga menyampaikan harapannya bahwa masa depan teknologi seharusnya lebih inklusif. AI memungkinkan siapa saja untuk berpartisipasi, bahkan tanpa latar belakang teknis. Dengan bantuan antarmuka berbasis AI, seseorang bisa membangun aplikasi, situs web, atau sistem otomatis hanya dengan instruksi sederhana. Ini membuka peluang besar di bidang kewirausahaan digital.

Revolusi AI ini juga memberi tekanan besar pada perusahaan teknologi. Mereka dituntut untuk menyediakan alat yang ramah pengguna, bertanggung jawab secara etis, dan tidak menciptakan kesenjangan digital baru. Nvidia sendiri saat ini memimpin pasar chip AI dengan produk-produk unggulannya yang digunakan oleh perusahaan besar seperti OpenAI, Meta, Amazon, dan Microsoft.

Namun, seperti setiap lompatan teknologi besar lainnya, transformasi ini juga akan menimbulkan disrupsi sosial. Pekerjaan lama akan hilang, dan akan muncul kecemasan baru. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu, perusahaan, dan negara untuk bersiap dengan strategi jangka panjang agar tidak tertinggal dalam era digital baru.

Pemerintah Indonesia juga bisa mengambil pelajaran dari pernyataan Huang ini. Dengan bonus demografi yang dimiliki, Indonesia punya potensi besar menciptakan tenaga kerja digital yang adaptif dan inovatif. Program digitalisasi desa, pelatihan coding gratis, dan inkubator teknologi bisa menjadi fondasi penting untuk menyambut revolusi AI yang tak terelakkan.

Dunia coding memang akan berubah, tapi bukan berarti hilang. Ia akan berevolusi menjadi bentuk baru: kolaboratif, otomatis, dan lebih manusiawi. Manusia tidak lagi harus menjadi ahli syntax, tapi harus jadi ahli berpikir dan beradaptasi.
Previous Post Next Post

نموذج الاتصال