Kim Jong Un: Rusia Tak Sendirian dalam Perang Ukraina

Di kota pesisir Wonsan, Presiden Kim Jong Un bertemu langsung dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov untuk membahas penguatan hubungan bilateral
Di kota pesisir Wonsan, Presiden Kim Jong Un bertemu langsung dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov untuk membahas penguatan hubungan bilateral

Garissatu – Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, kembali menyuarakan dukungan kuat terhadap Rusia dalam konflik berkepanjangan di Ukraina. Dalam pertemuan dengan delegasi militer tinggi dari Moskow, Kim menyampaikan bahwa Korea Utara akan terus berdiri teguh di sisi Rusia dalam melawan tekanan dari negara-negara Barat.

Pernyataan ini mempertegas sikap Pyongyang yang selama ini menjadi salah satu pendukung paling vokal atas tindakan militer Rusia, dan menandai semakin eratnya hubungan bilateral antara kedua negara yang sama-sama menghadapi isolasi internasional.

Garissatu Catat: Dukungan Bukan Sekadar Simbolik

Sejak awal invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022, Korea Utara telah menunjukkan keberpihakannya secara eksplisit. Tak hanya mengakui kemerdekaan wilayah separatis Donetsk dan Luhansk, Pyongyang juga beberapa kali memuji “keberanian” Presiden Vladimir Putin dalam mempertahankan integritas teritorial Rusia.

Dalam pidatonya, Kim menyatakan:

“Federasi Rusia adalah garda depan perjuangan global melawan hegemoni Amerika dan sekutunya. Kami, rakyat dan tentara Korea Utara, berdiri teguh bersama Rusia.”

 

Faktor Strategis di Balik Kedekatan Moskow–Pyongyang

Dukungan Korea Utara terhadap Rusia tidak semata karena kesamaan ideologis. Terdapat beberapa kepentingan strategis yang membuat kedua negara semakin erat:

1. Kerja Sama Militer

Kabar tentang pengiriman amunisi dan senjata konvensional dari Korea Utara ke Rusia terus mencuat. Meskipun dibantah kedua negara, intelijen Barat menyebut adanya peningkatan aktivitas logistik militer antara wilayah timur Rusia dan Korea Utara.

2. Akses Teknologi

Korea Utara sangat berkepentingan untuk mendapatkan teknologi satelit, radar militer, hingga sistem senjata dari Rusia. Sebagai imbalannya, Rusia mendapat suplai peluru dan rudal artileri untuk digunakan di Ukraina.

3. Aliansi Anti-Barat

Baik Rusia maupun Korea Utara memandang Amerika Serikat dan NATO sebagai ancaman bagi stabilitas global. Kedua negara menyuarakan pentingnya “dunia multipolar” dan kedaulatan nasional tanpa intervensi luar.

Reaksi Internasional terhadap Pernyataan Kim

Pernyataan Kim Jong Un segera memicu respons keras dari Barat. Amerika Serikat menilai dukungan terbuka tersebut sebagai langkah yang “berbahaya dan memperburuk situasi kemanusiaan di Ukraina”.

Sementara itu, Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap entitas Korea Utara yang diduga memasok senjata ke Rusia. PBB juga menggelar sidang darurat membahas perkembangan aliansi militer baru antara negara-negara yang menentang Barat.

Namun Rusia justru menyambut baik sikap Korea Utara. Dalam pernyataan resminya, Kremlin menyebut Kim sebagai “pemimpin visioner yang memahami realitas geopolitik global”.

Dampak pada Kawasan Asia Timur

Dukungan Korea Utara terhadap Rusia bukan hanya berdampak pada perang di Ukraina, tapi juga memperburuk ketegangan di kawasan Asia Timur.

a. Kekhawatiran di Korea Selatan dan Jepang

Seoul dan Tokyo kini meningkatkan patroli militer serta mempererat aliansi dengan Amerika Serikat. Latihan militer gabungan semakin sering digelar sebagai langkah antisipatif terhadap kemungkinan provokasi dari Pyongyang.

b. Stagnasi Denuklirisasi

Upaya diplomasi denuklirisasi Korea Utara kini menghadapi kebuntuan. Dengan sokongan Rusia, Pyongyang memiliki posisi tawar lebih tinggi dan semakin percaya diri untuk melanjutkan uji coba rudal balistik antarbenua.

c. Militerisasi Kawasan

Garissatu mencatat peningkatan aktivitas militer di sekitar Semenanjung Korea, termasuk peluncuran rudal oleh Korea Utara serta pengerahan kapal induk AS di perairan Pasifik.

Kerja Sama Rusia–Korea Utara Kian Nyata

Kerja sama yang dibangun antara Pyongyang dan Moskow telah melampaui pernyataan politik belaka. Berikut beberapa bentuk kemitraan konkret yang terpantau:

BidangBentuk Kerja SamaStatus
MiliterPengiriman amunisi, pelatihan personelTidak diakui, tapi terpantau
EkonomiBarter bahan makanan dan bahan bakarTerbatas, namun meningkat
TeknologiTransfer teknologi rudal dan satelitDisinyalir berlangsung diam-diam

Aliansi ini diyakini akan terus tumbuh, terutama jika tekanan dari Barat semakin meningkat.

Konsekuensi Global

Pergeseran kekuatan global semakin nyata. Poros Rusia–Korea Utara–Tiongkok menjadi tantangan langsung bagi dominasi AS dan NATO. Jika konflik terus meluas dan poros ini semakin solid, dunia bisa menghadapi tiga skenario besar:

  1. Perang Dingin Baru – Terjadi pembelahan blok kekuatan militer dan ekonomi secara permanen.

  2. Konflik Regional Serentak – Perang di Ukraina, ketegangan di Taiwan, dan Semenanjung Korea bisa pecah secara bersamaan.

  3. Aliansi Militer Alternatif – Negara-negara seperti Iran, Venezuela, dan Suriah mungkin ikut bergabung ke poros anti-Barat.

Kesimpulan Garissatu

Pernyataan Kim Jong Un bahwa Korea Utara berdiri teguh bersama Rusia bukan sekadar retorika. Ini adalah sinyal nyata bahwa dunia tengah memasuki fase baru dalam politik global - di mana batas aliansi semakin kabur, dan kekuatan anti-Barat semakin berani menunjukkan keberpihakannya.

Dengan kerja sama militer yang terus berkembang dan saling dukung di forum internasional, Rusia dan Korea Utara kini membentuk kemitraan strategis yang tak bisa diabaikan. Namun di balik itu semua, risiko konflik global pun semakin membayangi.

Baca Juga di Garis Satu:


Previous Post Next Post

نموذج الاتصال