
Pejabat Mesir dalam konferensi pers mengecam ketidakpedulian dunia atas penderitaan warga Gaza. (Foto: Istimewa)
GarisSatu.com — Mesir kembali menyuarakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan di Jalur Gaza yang terus memburuk sejak konflik meletus antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023. Dalam pernyataan publik terbaru, pemerintah Mesir mengecam keras ketidakaktifan komunitas internasional dan menuding bahwa dunia hanya “menonton” penderitaan rakyat Palestina tanpa melakukan tindakan nyata.
Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, menyampaikan kritik pedas tersebut dalam sebuah konferensi pers di Kairo pada Minggu malam, menyoroti fakta bahwa lebih dari sembilan bulan sejak dimulainya serangan Israel ke Gaza, belum ada solusi politik maupun upaya penegakan hukum internasional yang berhasil membendung agresi tersebut.
“Semua orang hanya menonton. Tidak ada yang melakukan apa pun untuk menghentikan penderitaan di Gaza,” tegas Shoukry.
Penderitaan Tak Berujung di Gaza
Serangan udara dan darat Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 38.000 warga Palestina, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu, lebih dari 80.000 lainnya mengalami luka serius dan cacat permanen.
Hingga saat ini, blokade Israel terhadap distribusi bantuan kemanusiaan memperburuk krisis pangan, air bersih, dan obat-obatan. Rumah sakit kehabisan pasokan, ribuan keluarga hidup tanpa tempat tinggal, dan ratusan anak menderita gizi buruk.
Mesir, yang berbatasan langsung dengan Gaza melalui Rafah, menyatakan telah berupaya maksimal menyalurkan bantuan. Namun, koordinasi dengan pihak Israel kerap terhambat oleh syarat keamanan yang ketat dan birokrasi lambat.
Mesir Serukan Aksi Global
Dalam pidatonya, Shoukry mendesak negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China untuk mengambil sikap tegas terhadap Israel agar menghentikan serangan. Ia juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk segera mengeluarkan resolusi mengikat.
“Jika Dewan Keamanan tidak mampu melindungi warga sipil dari genosida, maka keberadaannya harus dipertanyakan,” kata Shoukry.
Mesir juga menyerukan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mempercepat investigasi terhadap dugaan kejahatan perang oleh Israel. Ia menekankan bahwa tak ada negara yang kebal terhadap hukum internasional.
Peran Mesir di Tengah Blokade
Selama konflik, Mesir menjadi fasilitator utama negosiasi gencatan senjata, bekerja sama dengan Qatar dan PBB. Namun, upaya ini kerap gagal karena ketidaksepakatan antara Israel dan Hamas terkait syarat-syarat perdamaian.
Pemerintah Mesir juga membuka pintu perbatasan Rafah untuk menyalurkan bantuan dan mengevakuasi korban luka ke rumah sakit di Kairo dan Sinai Utara. Hingga Juli 2025, lebih dari 10.000 ton bantuan telah disalurkan oleh Mesir melalui Bulan Sabit Merah.
Dunia Arab Mulai Gerah
Pernyataan Mesir mencerminkan kegelisahan negara Arab lainnya. Arab Saudi, Yordania, dan Aljazair telah mengutuk serangan Israel dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter.
Namun, banyak pihak menilai solidaritas dunia Arab masih belum cukup kuat untuk memberikan tekanan diplomatik efektif. Mesir menyerukan agar Liga Arab menggelar pertemuan darurat membahas langkah kolektif konkret.
Kritik Terhadap Media Internasional
Shoukry juga menyoroti media internasional yang dinilai tidak objektif melaporkan kondisi Gaza. Ia menyebut media besar terlalu fokus pada narasi "perang melawan terorisme" dan mengabaikan fakta penderitaan sipil.
“Media punya tanggung jawab moral. Menutup mata terhadap kekejaman adalah bentuk pembenaran kekerasan,” tambahnya.
Harapan Akan Perubahan
Mesir menyatakan tidak akan berhenti menyuarakan keadilan bagi Palestina. Pemerintah Kairo berkomitmen memberi bantuan, mendorong gencatan senjata, dan menekan komunitas internasional agar segera bertindak.
Namun, suara Mesir dan negara-negara lain akan kehilangan makna jika tidak diikuti tindakan nyata. Dunia harus berhenti menjadi penonton pasif dalam tragedi kemanusiaan ini.
Tautan Terkait:
Sumber: Pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Mesir, laporan kemanusiaan UNRWA, dan kutipan dari media Al-Ahram & Reuters.