Israel Kirim 2 Batalyon Tambahan ke Tepi Barat, Ketegangan Meningkat

Pada 29 Mei 2025, kendaraan militer Israel terlihat melintasi Perumahan Salam di Nablus, Tepi Barat, saat berlangsungnya operasi penggerebekan. (Sumber foto: Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)
Pada 29 Mei 2025, kendaraan militer Israel terlihat melintasi Perumahan Salam di Nablus, Tepi Barat, saat berlangsungnya operasi penggerebekan.
(Sumber foto: Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)

Garissatu – Situasi di wilayah pendudukan Tepi Barat kembali memanas. Pada pertengahan Juli 2025, militer Israel mengonfirmasi pengiriman dua batalyon tambahan ke wilayah tersebut sebagai respons atas meningkatnya eskalasi kekerasan dan ancaman keamanan yang dinilai "kritis".

Langkah ini memicu kekhawatiran regional dan internasional karena dianggap memperburuk situasi yang sudah rapuh di Tepi Barat, di mana ketegangan antara warga Palestina dan pasukan Israel sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Alasan Penguatan Pasukan

Dalam pernyataan resminya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebut pengiriman batalyon tambahan ini sebagai bagian dari upaya memperkuat kendali keamanan di daerah-daerah yang rawan konflik seperti Jenin, Nablus, dan Hebron. Wilayah ini dikenal sebagai pusat perlawanan aktif warga Palestina terhadap pendudukan Israel.

Menurut IDF, dalam beberapa pekan terakhir terjadi peningkatan serangan terhadap patroli militer Israel, termasuk penembakan, pelemparan batu, dan peledakan bom pinggir jalan. Pengiriman pasukan tambahan ditujukan untuk mencegah meluasnya gangguan keamanan dan menjaga stabilitas "di lapangan".

Profil Batalyon yang Dikerahkan

Dua batalyon yang dikirim terdiri dari pasukan infanteri ringan dan unit lapis baja pendukung. Sumber internal militer Israel menyebut batalyon ini berasal dari Brigade Golani dan Nahal, dua unit elit yang kerap ditugaskan dalam operasi-operasi intensif di wilayah pendudukan.

Pasukan ini tidak hanya bertugas menjaga pos militer dan jalan utama, tetapi juga dipersiapkan untuk operasi penangkapan target militan serta pengawasan di area pemukiman ilegal Yahudi yang sering menjadi sumber konflik dengan warga Palestina.

Reaksi Palestina dan Komunitas Internasional

Pihak Otoritas Palestina mengecam keras langkah militer Israel tersebut. Juru bicara Presiden Mahmoud Abbas menyebut penambahan pasukan sebagai “provokasi terang-terangan” yang dapat memicu gelombang perlawanan baru dari warga Palestina, khususnya generasi muda yang semakin frustrasi dengan stagnasi proses damai.

Sementara itu, Juru Bicara PBB menyerukan penahanan diri dan mengingatkan bahwa peningkatan militerisasi di wilayah pendudukan hanya akan memperburuk pelanggaran hak asasi manusia. Uni Eropa dan beberapa negara Arab juga menyatakan keprihatinan, mengingat Tepi Barat merupakan wilayah yang seharusnya menjadi bagian dari solusi dua negara.

Dampak Langsung di Lapangan

Sejak penambahan pasukan dilakukan, berbagai laporan menyebutkan adanya peningkatan jumlah penggerebekan malam, pembatasan gerak warga Palestina, serta bentrokan antara pemuda Palestina dan tentara Israel.

Laporan dari lembaga kemanusiaan menyebut:

  • Lebih dari 30 warga Palestina ditangkap dalam tiga hari terakhir.

  • Tiga orang luka-luka akibat tembakan karet dalam bentrokan di Kota Tua Nablus.

  • Pembatasan perjalanan di wilayah Ramallah dan Bethlehem semakin ketat, mempersulit akses warga ke rumah sakit dan sekolah.

Kondisi Politik Dalam Negeri Israel

Pengiriman batalyon tambahan ke Tepi Barat juga dinilai sebagai respons politik dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang tengah menghadapi tekanan dari koalisi sayap kanan untuk menunjukkan ketegasan terhadap Palestina.

Banyak analis menilai bahwa keputusan ini bukan semata-mata demi keamanan, tetapi juga untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri, di tengah meningkatnya aksi protes dalam negeri atas kebijakan pemerintah yang konservatif dan kontroversial.

Kekhawatiran Terhadap Perluasan Konflik

Garissatu mencatat bahwa peningkatan pasukan di Tepi Barat bisa memicu efek domino terhadap konflik yang lebih luas di kawasan, termasuk kemungkinan reaksi dari kelompok bersenjata di Gaza atau Lebanon selatan. Beberapa pengamat memperkirakan bahwa gerakan perlawanan seperti Hamas dan Jihad Islam bisa saja memanfaatkan ketegangan di Tepi Barat untuk memperluas serangan lintas batas.

Sementara itu, hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab yang tergabung dalam Abraham Accords juga diuji. Negara-negara seperti Yordania dan Mesir yang memiliki perjanjian damai dengan Israel, kini menyuarakan keprihatinan terhadap tindakan militer Israel di wilayah Palestina.

Kesimpulan

Pengiriman dua batalyon tambahan ke Tepi Barat oleh militer Israel menunjukkan eskalasi militer yang signifikan di wilayah pendudukan. Meski diklaim sebagai upaya menjaga stabilitas, langkah ini justru bisa memperbesar ketegangan dan memperkecil peluang dialog antara kedua pihak.

Dengan meningkatnya kekerasan dan aksi represif di lapangan, masa depan perdamaian Israel–Palestina kembali diragukan. Sementara dunia memperhatikan, warga sipil di Tepi Barat kembali harus menghadapi hari-hari penuh ketidakpastian.

Baca Juga di Garissatu:

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال